MENUJU SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN YANG HANDAL DAN BAIK


MENUJU SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN YANG HANDAL DAN BAIK[1]

(SEBUAH CATATAN SINGKAT)

 

Alvinsyah (Peneliti IUTRI)

 

Proses pemilihan Presiden yang lalu, memunculkan fenomena yang tidak biasa, dimana antusiasme, peran serta dan kepedulian masyarakat sangat signifikan. Hal ini merupakan refleksi harapan masyarakat terhadap adanya perubahan signifikan di berbagai lini kehidupan. Termasuk harapan terhadap meningkat dan membaiknya berbagai layanan publik yang selama ini hampir tidak menjadi prioritas utama, seperti kewajiban Pemerintah terhadap layanan angkutan umum perkotaan (atau kota) sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi. Praktis sejak Negara ini merdeka secara politis dan fisik, sektor layanan angkutan umum perkotaan, khususnya, ditinggalkan begitu saja dan penyelenggaraannya diserahkan kepada masyarakat. Kalaupun ada layanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dilaksanakan pada tingkat yang paling minimal.

Dengan meminjam jargon “Revolusi Mental” yang dijanjikan oleh rezim Pemerintahan Baru, maka pendekatan yang serupa mutlak perlu dilakukan untuk merubah sistem angkutan umum perkotaan (kota) yang selama ini diselenggarakan secara tradisional dan tanpa adanya; perencanaan yang baik, pengendalian operasional, standar layanan, penerapan prinsip-prinsip manajemen dan kompetensi pemangku kepentingan yang memadai, menuju kepada sistem yang lebih efisien dan “modern” serta manfaatkan semaksimal mungkin teknologi informasi. Prasyarat utama untuk mencapai keberhasilan layanan angkutan umum perkotaan yang efisien dan modern ini terletak pada adanya kepemimpinan yang kuat dan baik serta secara eksplisit berpihak pada kepentingan layanan publik. Hal lainnya yang harus dipikirkan secara serius bagi pimpinan tertinggi baik mulai dari tingkat negara sampai dengan tingkat kota adalah menjadikan atau memperlakukan Visi Kebijakan Transportasi umumnya, dan di angkutan umum perkotaan khususnya, sebagai suatu bentuk IDEOLOGI.

Argumentasi dasar bahwa sistem angkutan umum (perkotaan) harus diprioritaskan adalah karena; beban biaya yang ditanggung oleh penduduk kota akan jauh lebih rendah, membutuhkan ruang kota yang jauh lebih sedikit, lebih hemat energi, tingkat polusi yang rendah, merupakan moda transportasi yang teraman, meningkatkan aksesibilitas ke tempat beraktifitas, dan menawarkan tingkat mobilitas yang jauh lebih baik bagi penduduk kota secara keseluruhan.

Oleh karenanya, visi yang perlu dibangun adalah membangun Sistem Mobilitas Perkotaan yang Terpadu melalui strategi perencanaan tata ruang kota, promosi angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.

Salah satu kunci utama terhadap visi diatas adalah diterapkannya perencanaan tata ruang kota yang berorientasi pada sistem angkutan umum, sehingga hal-hal yang perlu dipastikan adalah; meminimalkan pengembangan wilayah secara horizontal (atau menghentikan fenomena “urban sprawl”), memprioritaskan kawasan padat hunian/aktifitas disekeliling setasiun/halte dan rute angkutan umum, mendorong pemaduan aktifitas lahan, pembatasan pembangunan pada kawasan/lahan kosong, pengendalian standar perparkiran untuk kawasan hunian, perkantoran dan komersial, mendorong kawasan hunian yang bebas kendaraan (pribadi), dan menjamin kebijakan perumahan yang koheren.

Dilain sisi, untuk sistem angkutan umum yang efisien dan modern, konsep keterpaduan di semua level (perencanaan sampai dengan operasional) merupakan prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk menyediakan layanan yang bersifat dari pintu ke pintu bagi para pelanggan. Hal ini dikarenakan pengguna/penumpang menggunakan rute-rute layanan, titik  layan (halte/setasiun), dan moda angkutan yang berbeda. Selain itu, angkutan umum sangat lazim dioperasikan secara lintas wilayah administratif, dan oleh operator yang berbeda. Oleh karenanya, pembanding yang harus digunakan untuk standar layanan angkutan umum perkotaan tidak selalu perlu berpatokan kepada sistem di negara lain, namun cukup terhadap sifat dan karakteristik dari layanan kendaraan pribadi yang secara faktual benar-benar menawarkan layanan dari pintu ke pintu dan dan jaminan melaksanakan mobilitas setiap saat dibutuhkan serta daya tarik lainnya dari layanan kendaraan pribadi.

Untuk memperoleh layanan yang benar-benar bersifat dari pintu ke pintu, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah bahwa pendekatan perencanaan/perancangan tidak diawali dari aspek fisik atau (teknologi) kendaraan, namun harus diawali dengan konsep dari sistem yang mampu memenuhi karakteristik operasional yang diharapkan oleh pengguna. Dengan pola pendekatan seperti ini lazimnya diperlukan langkah-langkah kompromi yang meliputi kepentingan layanan pelanggan, efesiensi biaya, kepentingan dan hubungan dengan pemangku kepentingan lainnya serta kendala fisik. Sehingga untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut diatas diperlukan pemahaman yang penuh terhadap opsi-opsi operasional sistem angkutan umum dan implikasinya.

Sebagai konsekuensi logis dari pendekatan pola pikir seperti yang dijelaskan diatas, maka dibutuhkan suatu sistem kelembagaan (organisasi) yang benar-benar kuat dan handal yang mencakup aspek-aspek strategis, taktis dan operasional. Kondisi ini secara implisit akan terkait dengan masalah-masalah yang bernuansa politis, manajemen, teknis dan finansial.

Karena secara alami sistem angkutan umum akan melibatkan berbagai pemangku  kepentingan (regulator, operator, pengguna dan non pengguna), maka diperlukan suatu kerangka kelembagaan yang menerapkan prinsip kemitraan yang berkeadilan. Komponen pembentuk sistem kelembagaan seperti ini harus mampu untuk; memadukan seluruh sistem angkutan umum, menyiapkan kontrak kerja yang menjamin keterpaduan di berbagai level, menyiapkan model dan rencana usaha yang meminimalkan keterlibatan dana pemerintah, mengarahkan kebijakan, mendanai konsep keterpaduan dan mengelola berbagai sub komponen (pemangku kepentingan) dari operasional sistem.

Pada tataran operasional, paradigma berpikir harus didasarkan pada keinginan pelanggan terhadap layanan yang bersifat menerus dan bebas hambatan  tanpa memperdulikan batas wilayah adminsitratif, perbedaan teknologi kendaraan dan operator yang berbeda. Oleh karenanya, layanan harus mengacu kepada penerapan konsep “pendekatan jejaring”, pengurangan jumlah perpindahan moda, keterpaduan jadwal, menghilangkan/mengisi “missing link” pada sistem prasarana, kompatibilitas terhadap berbagai variasi besaran dan jenis permintaan, mengakomodasi baik layanan publik maupun swasta dan perencanaan yang lintas operasional. Hal krusial lainnya yang perlu dicermati dan diperhatikan antara lain;

Waktu menunggu dan berpindah layanan/moda dalam sistem angkutan umum.  Kondisi ini merupakan hal yang sulit dihindarkan, akan tetapi dilain sisi keberatan utama pengguna adalah pada kedua kedua hal tersebut diatas, maka upaya meningkatkan  kinerja baik lokasi, fungsi maupun kualitas  dari titik titik layan/pindah moda merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Upaya ini menjadi kritikal karena dari sisi pandang pengguna, waktu yang dihabiskan di titik layan/transfer, dipersepsikan dua kali lebih lama dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan didalam kendaraan (untuk durasi yang serupa) .

Melakukan transaksi pembelian tiket angkutan umum berkali kali, dari sisi pandang pengguna, mengakibatkan suatu perjalanan menjadi lebih rumit dan memberikan kesan biaya perjalanan menjadi mahal. Oleh karenanya, penting untuk mengembangkan sistem transaksi yang sederhana dan terpadu (termasuk untuk transaksi non perjalanan) dengan memanfaatkan teknologi informasi yang makin canggih, dan juga meliputi kemudahan memperoleh informasi untuk melakukan suatu perjalanan.

Untuk menghilangkan persepsi waktu yang dihabiskan di angkutan umum merupakan kehilangan waktu bila dibandingkan dengan waktu di kendaraan pribadi, perlu dilakukan upaya mengubah persepsi negatif dari waktu perjalanan dengan agkutan umum menjadi/merupakan “aset” melalui beberapa strategi seperti; memberikan kenyamanan perjalanan secara “holistik” kepada pengguna, menawarkan berbagai pola layanan yang dapat memenuhi kebututhan-kebutuhan yang lebih spesifik, dan mepromosikan layanan yang tidak dapat diberikan oleh kendaraan pribadi.

Karena sifat alami dari angkutan umum konvensional tidak dapat  menawarkan layanan yang bersifat dari pintu ke pintu untuk semua situasi maka, penyediaan layanan yang merupakan solusi komprehensif untuk mobilitas menjadi tantangan utama. Berbagai upaya yang menawarkan paket mobilitas yang komprehensif dapat dilakukan melalui berbagai strategi seperti insentif berupa fasilitas Park&Ride, dan bentuk layanan “taksi berbagi” yang berbasiskan adanya permintaan di wilayah-wilayah penduduk dengan kepadatan rendah.

Sebagai konsekuensi logis untuk bisa mencapai aspek-aspek penting yang dijelaskan diatas, maka keberadaan manajemen yang modern yang mengadopsi pendekatan yang lebih komersial dalam bisinis angkutan umum tanpa mengorbankan dimensi sosial dari layanan angkutan umum menjadi suatu keharusan. Cerminan dari model manajemen seperti ini ditunjukan dari perubahan perilaku petugas (perusahaan angkutan umum) yang lebih berorientasi dan termotivasi pada layanan pelanggan, penerapan teknologi informasi dalam melakukan manajemen administratif dan pemeliharaan armada angkut, serta penanganan terhadap kebutuhan para pelanggannya

Pada akhirnya alasan klasik yang sering dikemukakan adalah keterbatasan sumber pendanaan terhadap penyediaan layanan angkutan umum. Hal ini benar, bila dasar dari paradigma berpikir untuk aspek pendanaannya, mayoritas, berasal dari Pemerintah sebagai konsekuensi logis kewajiban menyediakan layanan publik merupakan ranah Pemerintah. Namun sebenarnya ada berbagai upaya inovatif yang bisa digali untuk menciptakan alternatif bagi pendanaan aspek operasional sampai dengan pembangunan, antara lain melalui kutipan dari; pajak pegawai/perusahaan, dana parkir dan tilang, pajak pembelian, biaya kemacetan, pajak terkait kebijakan pengembangan properti dan perbaikan kualitas kawasan, pajak bahan bakar, dan kutipan dari biaya tol serta dari pajak kendaraan bermotor. Selain itu bisa juga dengan menyediakan rute angkutan umum bersponsor.

Upaya-upaya seperti yang dicontohkan diatas memerlukan perubahan peraturan perundangan dan struktur kelembagaan yang sangat signifikan serta melibatkan  tidak saja unsur eksekutif namun juga legislatif, maka prasyarat utama untuk mewujudkan hal ini semua, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, adalah adanya kepemimpinan yang kuat disertai dengan visi yang benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat seperti dijelaskan sebelumnya.

[1] Artikel ini ditulis untuk dipublikasikan didalam Buku MTI